Saturday, June 3, 2017

Another Japan Bound, Another Story


Ini merupakan kunjungan kedua Kira ke negeri sakura. Setelah tahun lalu ikut ayah training, kali ini alhamdulillah Kira diberi kesempatan bertandang ke Jepang lagi untuk liburan bersama nenek, mayang (mamanya Ibu), dan uncle. Di postingan tahun lalu, saya menyebutkan beberapa kesan tentang Jepang (esp. Tokyo), yang salah satunya adalah sangat baby-friendly. Well, ternyata di trip kali ini kami menemukan beberapa fakta dan kesan baru mengenai negara ini. Read along to find out more! Oh, dan kali ini, kita nggak cuman ke Tokyo, tapi ke Osaka dan Kyoto juga. Jadi akan banyak cerita mengenai Osaka dan Kyoto yang tidak kami alami tahun lalu.

A little hostelry tip
Untuk trip kali ini, kami memilih untuk menginap di apartemen yang disewakan via AirBNB. Kami memilih menginap di apartemen karena menurut kami lebih nyaman untuk kami yang bepergian dengan 6 orang anggota keluarga. Daripada menyewa 2 kamar hotel, kami merasa lebih nyaman menyewa 1 unit apartemen yang dapat menampung 6-8 orang. Kami menginap di daerah Okubo, Shinjuku. Saat memilih tempat menginap, kami mempertimbangkan untuk mencari apartemen di daerah yang ramai seperti Shibuya atau Shinjuku. Selain biar berasa "di Tokyo banget", kami berpikir di daerah ramai seperti Shibuya dan Shinjuku, pasti lebih mudah mencari makanan halal dan dekat dengan pusat perbelanjaan. Jadi pulang jalan-jalan, kalau mau cari oleh-oleh atau ada yang perlu dibeli tinggal mampir sembari jalan pulang.

Nah, dari pengalaman menginap di apartemen di Shinjuku, kami mencatat beberapa hal untuk dipertimbangkan dalam memilih apartemen di Tokyo:
1. Pastikan stasiun kereta terdekat dari apartemen memiliki lift atau minimal eskalator. Kami yang segitu terpesonanya dengan Tokyo pada perjalanan tahun lalu karena menurut kami sangat stroller dan wheelchair-friendly, kecele karena ternyata di stasiun dekat apartemen (Shin-Okubo) tidak ada lift bahkan eskalator. Bahkan di stasiun sebesar Shinjuku, kami sulit menemukan lift karena stasiun Shinjuku sangat sangat besar dan lift hanya ada di sudut-sudut tertentu. Mungkin kami juga kurang cermat melihat tanda elevator-nya. Jadilah kami menggotong-gotong 5 koper besar, 1 koper kecil, 1 stroller dan 1 toddler naik-turun tangga selama di stasiun Shinjuku dan Shin-Okubo. Saat mau check-out di hari terakhir meningap di Tokyo, kami keburu parno duluan kebayang harus angkat-angkat koper lagi seperti hari pertama. Alhasil kami memutuskan untuk naik Uber ke Tokyo Station.
2. Kalau berkunjung saat musim dingin, pastikan apartemen memiliki penghangat ruangan/AC yang berfungsi baik dan dinding kamar tidak "bocor-udara". Kami menginap saat udara masih cukup dingin (bagi warga negara tropis), antara 4-13'C. Apesnya, apartemen tempat kami menginap ternyata "berdinding tipis". Dengan kata lain, udara dingin dari luar "bocor" ke dalam kamar dan kamar mandi melalui sela-sela dinding dan jendela. Sebenarnya, di dalam kamar ada satu buah AC yang berfungsi baik. Tapi saat cuaca dingin, udara hangat dari AC tidak cukup untuk menghangatkan seluruh ruangan. Jadilah kami jarang mandi karena parno duluan sebelum kena air. Bahkan Kira hanya mandi 1 kali selama 4 hari menginap di Tokyo karena kami nggak tega mandiinnya. Asli deh, kamar dingin is the last thing you need in winter. Kalau lagi kedinginan di luar, bayang-bayang dasteran di kamar seketika sirna karena di kamar pun tetap harus pakai sweater dan kaoskaki. Sedi.

Dua hal di atas bisa ditanyakan via chat kepada host di AirBNB. Dari pengalaman ini, saat pindah ke Osaka, sebelum berangkat dari Tokyo saya tanyakan betul-betul kepada host-nya apakah stasiun terdekat memiliki lift, dsb. Sesungguhnya hal-hal ini seharusnya ditanyakan lebih detail sebelum memesan. Karena kami belum berpengalaman mencoba AirBNB di luar negeri, jadi deh kecolongan. Untungnya apartemen kami di Osaka bangunannya lebih sophisticated. Udara dingin dari luar tidak tembus ke dalam, jadi satu buah AC standard sudah cukup menghangatkan ruangan. Alhamdulillah bisa dasteran. Surgawi.

Baby and Winter
Mungkin kita khawatir anak-anak terutama bayi akan merasa tidak nyaman dan kasihan kalau terkena udara dingin. Tapi, dari sekian banyak bayi yang saya kenal, sebagian besar justru menikmati udara dingin bahkan menolak pakai pakaian tebal walau lagi winter. Saya belum pernah menemui bayi yang benar-benar tersiksa di udara dingin, unless memang alergi dingin. Selama menjadi orangtua, kita pasti juga sudah mengenali karakteristik anak kita, apakah tipe yang suka dingin atau tidak. Sebagian besar bayi yang saya temui memang suka udara dingin, seperti menolak diselimuti saat tidur di ruangan ber AC. Jika bayi Anda sama seperti mayoritas bayi yang saya kenal, percayalah, you have nothing to worry about. Bayi Anda mungkin justru akan menikmati udara dingin. Tapi kalau Anda merasa bayi Anda kurang nyaman di udara dingin, sebaiknya pertimbangkan lagi atau dapat melakukan konsultasi dengan DSA.

Untuk memastikan, Anda bisa mencoba menurunkan suhu ruangan selama di rumah. Coba pasang AC dengan suhu yang lebih dingin dari biasanya. Kalau si bayi malah tidur pulas, cussss jangan ragu-ragu langsung pesan tiket! Tapi sebisa mungkin tetap pilih waktu mendekati spring atau sesaat setelah fall. Karena sesuka-sukanya bayi Anda (dan orangtuanya) pada udara dingin, tetep aja, liburan dengan suhu 0-1'C (sambil bawa bayi) mematikan juga kan? Lagi-lagi. rajin-rajinlah memantau google soal suhu udara di waktu Anda merencanakan liburan, karena perkiraannya biasanya cukup akurat kok, tidak terlalu berbeda jauh.

Osaka bound
4 hari di Tokyo, kami pindah ke Osaka. Kesan pertama saat sampai di Osaka adalah: "lah? kok gini?" Kami pikir selaku kota besar, Osaka mirip dengan Tokyo yang bersih kinclong nggak ada sampah sama sekali, warganya kelewatan tertibnya, kotanya tertata dan modern. Ternyata, jauh dari dugaan kami, orang-orang di Osaka lebih "serampangan" dibanding di Tokyo. Nyebrang jalan bisa sembarangan, banyak puntung rokok di trotoar, pengendara sepeda cuek aja melaju di trotoar tanpa mikirin pejalan kaki, dan ternyata di Osaka juga nggak terlalu banyak tourist attraction selain Dotonbori, Osaka Castle, Osaka Aquarium dan Universal Studios. Tujuan utama kami ke Osaka sejatinya memang USJ sih, selebihnya nggak ada tujuan.

Fomasi lengkap. Kira bersembunyi di balik jaket pink udah pules.

Hari pertama tiba di Osaka, kami hanya sempat mampir ke Dotonbori pada malam hari. Oh iya! Tempat kami menginap di Osaka sangat sangat sangat recommended! Bisa jalan kaki ke Dotonbori, hostnya profesional, informatif dan ramah banget, apartemennya cakep, plussss mure. Kalau mau bepergian in a group of 4-5 (bisa nambah infant 1), ini tempat OK punya sih. Detailed pictures & info bisa klik ini nih: Osaka Hostelry. Anyway mari teruskan kisah perjalanan ini. Hari pertama ke Dotonbori buat cari makan malam dan pusing. Sungguh. Mungkin karena banyak turis dan emang isinya turis semua, jadi seisi Dotonbori serampangan semua. Ada yang teriak-teriak, ada yang nyanyi-nyanyi, ada yang klakson-klakson, ada yang lempar2 kaleng minuman sampe kena kepala orang terus berantem, deuuuhhhhhh asli pusing. Kalau jalan sedikit ke arah Namba, lumayan lah agak tentram dikit. Kami makan malam di restoran Muqam Halal Ughyur di daerah Dotonbori. Makannya khas Cina Muslim Ughyur alias perkambingan dan sate-satean. Mantav.

Hari kedua kita ke USJ yang ternyata antri wahananya lebih-lebih dari antrian kuota haji. Dari jam 9 pagi sampe jam 6 sore kita di USJ, aktivitas utamanya ya ngantri, dan selama itu cuman dapet naik 2 wahana! Edyan tenan. Pas lagi antri wahana ketiga tiba2 wahana rusak, jadi bubar. Mau naik yang lain udah males, jadi pulanglah kami membawa cerita naik dua wahana aja. Ternyata, dengar cerita dari teman yang ke USJ sebulan setelah kita, lebih enak antri di barisan Single Riders yang ternyata antrinya bisa cuman 10-15 menit. Walaupun naiknya sendiri-sendiri, nggak bisa rombongan, tapi sebodo banget lah yang penting menang banyak. Aku pun menyesal lalu bertekad lain kali kalo ke USJ lagi akan pake cara itu.
Untuk gambaran antrian wahana. Orang semua jeung!

Kyoto
Hari ketiga di Osaka, kami main ke Kyoto. Kami memutuskan untuk nggak menginap di Kyoto karena dekat dari Osaka dan kami akan pulang dari Osaka ke Jakarta, jadi lebih baik ke Kyoto-nya sehari aja. By far, ini adalah kota favorit saya di Jepang, bahkan mungkin di Asia. Keren banget! Kotanya tradisional tapi modern (gimana tuh ya). Maksudnya, semua fasilitas yang ada di kota besar tersedia di sini, tapi sepertinya mereka mempertahankan kesan tradisional dari kota ini. Kotanya indah dan tenang banget. Sepertinya mayoritas penduduknya adalah lansia. Mungkin semacam kota pensiun gitu ya karena kotanya memang tenang banget dan jauh dari hiruk pikuk, cocok buat menghabiskan masa tua. Kalau ada kesempatan ke Jepang lagi, saya mau tinggal lebih lama di Kyoto. Pemandangan indah, kota yang bersih dan nyaman, orang-orang yang jujur dan ramah, ah sempurna deh!

Begitu sampai Kyoto, kami langsung meluncur cari makan siang. Kami makan di daerah Gion, ada restoran Halal Yakiniku Naritaya. Restonya lumayan besar (untuk ukuran Jepang) dan ada prayer room di samping restoran. Cuco kaann. Setelah makan kita jalan-jalan di area Gion. Bener deh, setiap sudut di sini photogenic banget! Di satu jalanan aja bisa 2 jam sendiri foto-foto. Karena jalanannya sepi, jadi Kira juga bebas berlarian sambil nunggu yang lain foto-foto.

Gion

Gion
Gion

Gion

Sesi photoshoot di Gion terpaksa diakhiri karena mau ke Arashiyama. Perjalanan ke Arashiyama dari Gion memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan bis. Funny thing is: di dalam bis isinya lansia semua. Jadi semua kursi di dalam bis beralih menjadi priority seat. Saya yang berharap mendapat prioritas karena gendong anak harus menelan ludah dan tahan kemeng tangan-kaki karena ngga tega juga mau nyerobot kursi. Setiap ada yang berdiri untuk turun dari bis, saya langsung semangat mau meluncur ke kursi itu, tapi pas liat yang masuk bis juga lansia semua, langsung mematung. Karena udah kesemutan walaupun udah ganti-gantian gendong Kira, akhirnya Kira duduk di tempat koper dekat pintu. Jadi kalau membawa bayi meng-eksplor Kyoto, sebaiknya bawa baby carrier untuk antisipasi nggak dapat tempat duduk di dalam kendaraan umum. Sepanjang jalan dari Gion ke Arashiyama pemandangannya udah bagus banget. Pas sampe di Arashiyama, lebih bagus lagi! Nggak mau pulang, mau berlama-lama di Kyoto. Pokoknya lop!
Arashiyama
Arashiyama



Arashiyama




Miscellaneous
Untuk mencari makanan halal di Jepang, bisa intip ke www.halalmedia.jp, website ini sudah cukup terkenal di kalangan traveler yang mau ke Jepang. Jangan lupa googling juga kalau mau belanja oleh-oleh untuk mencari tau ke-halal-annya. Yang kami tau, Tokyo Banana itu mengandung gelatin dan alkohol, tapi ada beberapa varian Tokyo Banana yang tidak mengandung elemen non-halal. Jadi, rajin-rajinlah bertanya pada google. Untuk makanan Kira, karena ini anak udah bangkotan, jadi makannya juga sudah sebebas merpati, segala rupa di makan, apa yang dimakan ibu ayah atau neneknya dia makan juga. Tahun lalu, waktu Kira masih lebih kecil, saya bawakan bubur dan sebisa mungkin cari makanan yang berkuah untuk Kira (tetep ogah masak MPASI sendiri kalau traveling). Untuk lebih lengkapnya bisa intip ke postingan tentang Tokyo sebelumnya di sini. Jangan lupa tetap bawa cemilan yang mengenyangkan untuk mengganjal perut karena kalau traveling jam makan yang berantakan tetap tidak bisa dihindari. Oh ya, buat cemilan orang tuanya, bisa pilih onigiri yang dijual di family mart atau 7eleven karena banyak yang halal selain varian babi itself. Varian tuna, ayam, kerang dan yang lainnya insyaAllah halal.


Apa lagi ya..... sepertinya sekarang cukup sampai disini dulu. Semoga bermanfaat ya!
XOXO, Kira

1 comment

  1. Best 8 Casino in Australia | The Ultimate Guide 2021
    If the name 강원 랜드 앵벌이 of the best casino 벳 365 한글 in Australia sounds like 바카라 필승법 an oxymoron, it is a fact 온라인 슬롯머신 that many casino gambling operators use the 꽁머니 name as an alternative to

    ReplyDelete

Powered by Blogger.

Popular

LATEST POSTS

© WANDER WITH KIRA
Maira Gall