Thursday, June 11, 2020

Air, Rail or Trail? -Options to travel across the Europe



Maafkan cover fotonya yang tidak nyambung. Intinya post ini akan membahas perbandingan tingkat kenyamanan jika bepergian dengan anak dan perbandingan harga dari tiga moda transportasi umum yang awam digunakan untuk berkeliling dataran Eropa: pesawat (low-cost airlines pastinya), kereta, dan bus. Jika bepergian dengan anak di atas 2 tahun, otomatis biaya yang dikeluarkan untuk transportasi bertambah karena mereka sudah harus membayar full. Untuk itu post ini hadir memberi pencerahan kepada para orang tua yang mentok dalam merencanakan perjalanan dengan anak-anak berusia nanggung. Kita mulai dari yang (supposedly) paling murah dan biasanya paling dihindari orang tua yah: Bus!

Buses
Ini merupakan opsi termurah, tapi sejujurnya memang paling nggak nyaman buat anak-anak. But still doable kok buat rute-rute pendek yang waktu tempuhnya sebentar. Setiap orang tua pasti paham batas anaknya bisa duduk tenang, menahan buang air, menahan bosan, intinya duduk manis diem anteng. My personal preference for Kira: 3-4 jam. Jadi buat perjalanan yang up to 4 jam, saya masih bisa mempertimbangkan naik bus. Masing-masing anak punya batas sendiri-sendiri, kan. Jadi, sesuaikan sendiri dengan ketahanan anak-anak dan diri sendiri tentunya.

Hal yang perlu dipertimbangkan, di bus sama sekali tidak bisa berdiri. Harus duduk manis sepanjang perjalanan. Setiap 1.5 sampai 2.5 jam, bus akan berhenti untuk mengisi bahan bakar, istirahat, dan ke kamar mandi. Biasanya berhentinya di perbatasan negara, sekaligus pemeriksaan dokumen jika diperlukan. Waktu istirahat berkisar antara 30-60 menit, tergantung keperluan supirnya juga karena busnya juga perlu diperiksa kelengkapan dokumennya. Nah, di waktu ini, kadang penumpang harus turun, kadang juga enggak. Kalau harus turun pas anak lagi enak-enaknya tidur, DOH rempong! Belum lagi semua barang yang ada di cabin harus dibawa turun. Iya, termasuk stroller yang kadang kita ngga pakai saat itu. Lagi enak-enak tidur, harus pakein jaket, sepatu, gendong turun, maksa nyuruh pipis, yah kebayang deh ya ribetnya.

Selama di bus boleh makan, tapi nggak nasi padang yah. Cuma boleh makanan-makanan simple seperti sandwich, fries, chips, minum, dan semacamnya. Es krim aja ngga boleh. Jadi coba siapkan snack-snack andalan yang bisa membungkam anak-anak selama di bus. Di bus juga ngga boleh berisik, jadi kalau anak-anak nonton atau main game di gadget, pastikan bawa earphone atau volume suaranya dibuat seminimal mungkin.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah tempat naik/turun busnya kebanyakan outdoor. Boro-boro terminal, halte pun bukan. Kadang semacam parkiran bus outdoor yang kayak lapangan aja udah, ngga ada atap, tembok, apalagi penghangat. Luntang-lantung di lapangan antah berantah yang ke minimarket aja jauh buat nunggu bus yang sering telat udah jadi makanan hari-hari pengguna bus antar negara. Beberapa backpacker suka buka sleeping bag kalau busnya ngga datang-datang. Dilemanya, mau menghangatkan diri nyari supermarket takut keburu busnya datang karena jaraknya jauh, diem di situ aja ngga tau sampe kapan. Jadi ya, pastikan anak Anda siap menghadapi segala tantangan dan cobaan kalau naik bus, ya. Bawa bekal makanan juga, biar sambil kedinginan nunggu bus bisa ngisi perut.

Kira beberapa kali naik bus antar negara dari Belanda. Sekali ke Belgia dengan waktu tempuh sekitar 2.5 jam, sama ke Aachen dan Monschau, Jerman, perbatasan Jerman dengan Belanda, jadi sebenernya deket, tapi pengalamannya wow maknyus semua. Waktu ke Belgia, pas berangkat ga ada masalah, cuma ribet di perbatasan karena semua penumpang diminta turun membawa barang bawaan karena busnya harus diperiksa petugas, padahal Kira baru banget tidur siang. Baru 10 menitan kali. Lagi enak-enaknya banget tuh. Tapi cincaylah, aman sampai tempat tujuan: tepat waktu, cuaca enak, dan Kira lanjut tidur di stroller setelah sampai.

Pulangnya, karena ceritanya kami trauma buru-buru (karena hampir di semua perjalanan pasti buru-buru), sekali-sekali berangkat agak cepet deh ke pick up point yang bentuknya lapangan parkir itu. Pas banget baru menginjakkan kaki di parkiran, ada sms bahwa busnya terlambat 1.5 jam, padahal kita sampe lokasi udah 45 menit sebelum jadwal aslinya. Udah gelap, dingin, harus nunggu kurang lebih 2 jam di parkiran, ga ada minimarket atau restoran di sekitar lokasi, udah pasrah aja lah. Cuma bisa ngeluarin bekal nasi abon, mie yang udah ngebentuk kotak bekal, biskuit-biskuit, semua perbekalan dikeluarin, terus ngemper aja makan bekal di parkiran. Bagus ngga hujan atau kebelet pipis. Kira ngapain? Tentu jejogetan aja, makan, dan main game imajinatif lompat-lompatan di wheel stopper parkiran pura-pura jadi peserta ninja warrior. Kalau karakteristik anak Anda seperti Kira yang bisa menghibur diri sendiri, monggo coba aja naik bus antar negara. Kalau tipenya lebih rewel, ngga usah coba-coba ngga apa-apa kok.

Nih parkirannya. Lampu aja minim. Photo credit: Google Maps User
Photo credit: Google Maps User

Pengalaman ke Aachen dan Monschau nggak kalah mematikan, lebih ekstrim malah. Nunggu busnya bukan di lapangan parkir lagi tapi di selembar jalan yang nengok kanan lembah nengok kiri jurang dengan jadwal bus yang ngga jelas. Catat ya, kalau mau ke Monschau semi-wajib sewa mobil. Sunnah muakad lah. Kalau mau pengalaman yang lebih berkesan, terutama kalau ngga bawa balita, naik bus lebih seru. Kalau bawa balita juga yaaa boleh aja sih coba-coba kayak Kira.

Perjalanan menuju penginapan, kurang lebih kayak gini lokasi kita nunggu bus selama 2 jam. Photo source: Google
Pemandangan dari halte waktu nunggu bus menuju penginapan
Perjalanan pulang dari penginapan. Kalau busnya ngga datang, pilihannya ya antara hitchhiking atau numpang nginep rumah orang di belakang
Wheeeerrree iz my buz
Perasaanku ketika nunggu bus

Berikut sedikit cuplikan perjalanan ke Monschau



Intinya kalau naik bus, siap-siap dengan pengalaman ekstrim tapi berkesan seumur hidup lah.

Trains
Kalau urusan harga, kereta sama low cost airlines cukup bersaing. Kalau lagi ada promo, kadang pesawat lebih murah. Jadi keputusan saya untuk memilih kereta atau pesawat tergantung mana yang lebih murah aja. Saya cuma sekali naik kereta lintas negara, dari Schiphol, Belanda ke Berlin, Jerman dengan waktu tempuh kurang lebih 6 jam, kayaknya lebih deh. Hal pertama yang perlu dicatat kalau mau naik kereta adalah jumlah transit. Transit as in pindah kereta ya. Jarang banget ada kereta yang direct dari satu negara ke negara lain, pasti banyak transitnya. Mungkin ada kali ya kalau dari stasiun di kota besar, tapi saya dari Schiphol, transit satu kali di Essen, Belanda, baru lanjut ke Berlin. Jangan sampai terkecoh pas beli tiket kereta, karena opsinya buanyak banget dengan jumlah transit yang berbeda-beda. Kalau ada yang cuma 1x transit seperti saya, cus pesen! Kalau 2x transit atau lebih dengan membawa koper ransel stroller anak sih lumayan cari mati ya. Karena memang transitnya ada yang sampai 4x transit. Hal biasa itu. Waktu transitnya juga harus dipertimbangkan ya, jangan pilih yang waktu transitnya cuma 10 menit, ngos-ngosan naik turun kereta pindah peron bawa barang dan anak. Jangan juga pilih yang waktu transitnya diatas 2 jam. Kalau apes transitnya di satsiun kecil yang ngga ada ruang penghangat atau bahkan minimarket buat ngangetin diri, mati beku bisa-bisa. 30 sampai 60 menit menurut saya waktu transit yang cukup ideal.

Saat pembelian tiket kereta, ada opsi untuk memesan kursi dengan biaya tambahan. Kalau lagi musim liburan, lebih baik memesan kursi supaya satu rombongan bisa duduk berdekatan. Ada macam-macam jenis kursi yang bisa dipesan, ada yang 4 kursi berhadapan, 2 kursi sebelahan, bisa juga kompartemen kayak di Hogwarts Express. Kompartemen lebih cocok untuk rombongan dengan 4-6 orang. Kalau cuma berdua, lebih enak kursi bersebelahan aja. Saya awalnya pesan 2 kursi di family compartment karena saya pikir lebih nyaman untuk anak-anak dan ngga ganggu penumpang lain. Ternyata di kompartemen saya dapat kursi berhadapan dengan Kira, tidak bersebelahan. Jadi ribet sendiri. Akhirnya saya keliling cari kursi biasa (sepasang bersebelahan, standard kayak Argo Parahyangan kelas eksekutif) yang belum di book orang. Susahnyaaaa bukan main karena hampir semua udah booked. Setelah mondar mandir ada kali 3 gerbong lebih, akhirnya nemu sepasang kursi tak bertuan. Pindahlah saya dan Kira ke kursi itu. Bonus: deket gerbong restoran hahahah luv. Duduk bersebelahan jelas lebih nyaman karena Kira juga bisa tidur di pangkuan saya, ngurusin, beresin dan nyuapin Kira juga lebih enak dibanding di kompartemen. Jadi kalau pergi cuma berdua atau bertiga, I suggest pilih kursi standard aja sih.

Deutsche Bahn family compartment. Nyaman buat rombongan 4-6 orang. Saya dapat kursi berhadapan paling jauh dari jendela, jadi antara saya dan Kira tidak ada meja. Kira mau tidur susah, mau mewarnai juga susah. Jadi cus cari kursi standard
Photo source: https://mechtraveller.com/2016/09/germanys-new-ice-4-train-launched/
Kursi standard ya gini aje. Ada meja di masing-masing kursi. Kira bisa mewarnai, makan, tidur dengan nyaman.
Photo source: https://www.seat61.com/german-intercity-trains.htm

Kalau dibandingkan dengan bus, kereta jelas lebih nyaman. Ada kamar mandi, bisa jalan-jalan ke gerbong restoran atau gerbong lain, bisa berdiri-berdiri dikit kalau pegal, nggak harus duduk mematung amat lah pokoknya. Ruang kaki atau leg room di kursi kereta juga lebih luas dibanding bus, jadi walaupun perjalanan panjang, kaki ngga keram. Kalau waktu tempuh sebetulnya ngga jauh beda antara kereta sama bus, bus juga relatif cepat karena jalanannya kebanyakan highway.

Low-cost airlines
Seperti disebutkan sebelumnya, kalau lagi promo, kadang low-cost airlines bisa jadi lebih murah daripada kereta, tapi harganya selalu tidak termasuk bagasi ya, cuma bisa bawa bagasi kabin aja. Jadi kalau barang bawaannya banyak mungkin tetep lebih murah kereta. Kalau soal kenyamanan, jangan bandingin low-cost airlinesnya Eropa sama Indonesia atau Asia Tenggara, deh. Nyaman banget kok, bahkan buat bawa bayi.

Pertama, leg room antar kursi pesawat jelas lebih lega dibanding low cost airlinesnya Indonesia karena standard kaki bule emang panjang-panjang. Jadi mereka mentok, kita sih lega heheh nyaman say. Kedua, sandaran kursi tidak bisa di recline, jadi leg room tetap lega, ngga tiba-tiba kena habeg kursi depan setelah take off. Walaupun ngga bisa di recline, tapi posisi sandaran kursinya ngga tegak banget. Masih nyaman lah untuk duduk nyantai. Untuk tidur memang kureng, kalau kepalang ngantuk berat dan ketiduran alamat kepala nyender di bahu penumpang sebelah.

Ketiga, kalau bepergian dengan anak di bawah 5 tahun, otomatis dapat complimentary luggage allowance untuk stroller, tanpa batasan berat dan ukuran. Jadi kalau ngga punya stoller yang cabin size, ngga masalah, ngga harus beli bagasi tambahan. Saya biasanya bawa satu koper cabin untuk baju saya dan Kira, satu ransel saya, satu ransel Kira, dan satu stroller yang dimasukkan ke bagasi. Jadi pas masuk pesawat cuma bawa satu bagasi cabin dan ransel-ransel. Perjalanan terniat hemat dan menolak beli bagasi yang pernah saya lewati adalah waktu mau pergi selama 8 hari, saya cuma bawa satu koper ukuran kabin untuk bawa baju saya dan Kira (yang masih harus bawa coat dan long-john waktu itu), rice cooker, mie instan, beras, obat-obatan, kamera, laptop, popok, semua ditumplekin dalam satu koper kabin demiii ga beli bagasi. Walhasil ransel juga jadi berat banget karena dioptimalkan isinya. Tapi berhasil! Pulang pergi ngga beli bagasi tambahan, yesh! Memang selalu ada jalan kalau ada niat berhemat.

Terpaksa bawa coat sendiri karena tangan Ibu abis buat bawa koper, stroller dan ransel
Jangan terkecoh, itu bukan layar inflight entertainment tapi papan iklan. Kzl ga?

Yang nyebelin soal bagasi kabin, kadang penumpangnya penuh jadi kita kesulitan nyari tempat buat naruh koper kabin. Kebayang ya, duduknya di mana, kopernya di mana. Tapi kalau bawa anak, tenang, kita pasti masuk duluan, jadi pasti kebagian tempat buat naruh koper di kompartmen kabin pesawat. Priority boardingnya beneran prioritas ya, ngga basa-basi doang kayak di Indonesia yang cuma diumumin penumpang lansia, penumpang dengan anak-anak dst dipersilakan masuk terlebih dahulu tapi antriannya udah mengular dan petugas tetep ngeladenin penumpang lain yang udah ngga sabar mau masuk, ujung-ujungnya tetep aja yang bawa anak dan lansia masuknya belakangan. Kalau di Eropa betul-betul diprioritaskan. Dari antri aja kita udah dipanggil untuk antri di dekat pintu boarding. Pas waktunya boarding juga kalau pengumumannya waktunya boarding untuk anak-anak, lansia, dll, yang diladenin ya cuma penumpang prioritas aja, penumpang lain dicuekin atau disuruh balik duduk. Kalau posisi kita jauh dari pintu, disamperin sama petugasnya, disuruh masuk duluan. Jadi masuk pesawat masih kosong, bagasi kabin bisa ditaruh tepat di atas kepala. Terus pas penumpang lain pada bingung naruh koper mereka, kita udah duduk manis buka cemilan. Kira udah mulai mewarnai bahkan.

Persamaan dengan low cost airlinesnya Indonesia, tidak dikasih makanan atau cemilan selama penerbangan. Makanan bisa dibeli selama perjalanan, atau prebook via website. Saya sih jelas bawa makanan sendiri karena harga makanan di pesawat tentu 10 kali lipat harga di minimarket kan. Hal lain yang sama adalah tidak ada inflight entertainment. Jadi jangan lupa bawa mainan, buku, atau gadget sendiri buat hiburan anak-anak.

Satu hal yang menambah keribetan kalau naik pesawat adalah security check di bandara yang harus ngeluarin beberapa barang seperti cairan, alat elektronik, ikat pinggang, jam tangan, dll. Bagasi stroller juga harus kosong waktu pemeriksaan. Itu yang lumayan makan waktu dan tenaga sih. Belum lagi kalau anaknya belum bisa jalan, harus digendong orang tua, terus digendongin petugas dulu pas orang tuanya diperiksa, dibalikin lagi ke orang tuanya, elah ribet ah. Tapi saya punya trik yang lumayan berguna nih, membantu banget mempercepat proses pemeriksaan. Jadi, semua cairan dimasukkan ke wadah bening terlebih dahulu, dan cairan sama elektronik jangan dimasukin ke koper. Taruh cairan di tote bag yang gampang dibuka, ngga banyak cingcong/retsleting. Pas sampe mesin x-ray, tinggal keluarin semua cairan, lipat tote bag, taruh semua di tray yang disediakan. Elektronik juga taruh di ransel aja yang gampang dibuka, jangan di koper. Selesai x-ray, tinggal tumplekin lagi semua cairan dan elektronik ke tote bag, cari tempat yang nyaman buat buka koper, baru deh masukin barang-barang yang habis diperiksa ke koper, totebagnya lipat, masukkan ke koper. Jangan ditenteng gitu aja! Karena peraturan maskapai mengenai bawaan kabin juga ketat. Kalau dibilang satu penumpang cuma bisa bawa satu koper dan satu handbag/ransel, ya cuma boleh itu! Ngga boleh nambah totebag atau tentengan lain, jangan nambah-nambah!

In sum
Intinya, kalau diurutkan berdasarkan harga termurah, urutannya: bus - kereta - pesawat, tapi pesawat sama kereta harganya bersaing, tergantung pesan kursi kereta dan bagasi pesawat atau engga. Dua-duanya bisa diakal-akalin lah. Kalau bus udah murah, ga usah diakalin lagi. Tapi siap-siap menghadapi pengalaman "seru" selama naik bus (atau selama nunggu bus?). Kalau kenyamanan, bus tentu paling tidak nyaman, apalagi kalau bawa anak. Kereta sama pesawat lagi-lagi bersaing. Untuk kursi lebih nyaman kereta karena lebih besar, tapi pesawat lebih cepat sampai. Kereta ribet transit, pesawat ribet di security check. Tinggal pilah pilih deh mana yang lebih murah dan lebih bisa ditoleril keribetannya.

Hmm apa lagi ya? Kayanya segitu dulu yang bisa diceritain. Semoga bermanfaat, ya!

XOXO,
Kira

No comments

Post a Comment

Powered by Blogger.

Popular

LATEST POSTS

© WANDER WITH KIRA
Maira Gall